Monday, September 1, 2008

Topik: A Tribute to Our Heterosexual Friends

Say it out loud September 2008

Sahabat-sahabat lesbian memang sahabat yang sangat mengerti keadaan dan perasaan hati kita. Tapi, bersahabat dengan teman-teman hetero ternyata juga asyik! Sahabat baik hetero yang mengetahui orientasi seksualmu, memahami, dan menerimamu apa adanya adalah sahabat terbaik tiada duanya. Sudah saatnya kita mengangkat gelas untuk teman-teman seperti ini, memberikan aplaus dan tepuk tangan karena pendampingan dan uluran persahabatan mereka yang sangat tulus. Melalui mereka, dunia yang tidak diskriminatif bukan lagi menjadi utopia. Mari, coretkan cerita dan kisahmu tentang sahabat heteromu yang luar biasa dan tersayang... Yukkk!

Kirimkan pengalamanmu ke alex58id@yahoo.com, jejak_artemis@yahoo.co.id

Siapa yang bisa menandingi empat sahabat hetero terbaikku? Mereka bukan pekerja LSM yang mengenal asam garam dunia perempuan. Mereka juga bukan pemerhati urusan perempuan. Mereka hanya ibu rumah tangga sederhana dan pekerja kantoran biasa. Hidup mereka lurus selurus-lurusnya; tanpa terekspos dengan urusan soal hak asasi bla-bla-bla, penolakan ini itu, tekanan hidup patriarki, atau perjuangan perempuan dan perjuangan whatever-whatever lainnya. Dengan cara berpikir mereka yang sederhana, mereka menerimaku apa adanya sebagai sahabat terbaik mereka. Kutemukan arti tulus persahabatan dan kupelajari seni keberagaman dari mereka. Ternyata banyak manusia yang hebat tanpa terekspos oleh media manapun. Mereka pantas mendapat medali kemanusiaan. They are my bestest friends... ever!
(Lakhsmi)

Aku coming out kepada teman masa kecilku di sebuah cafe di mal. Temanku tampaknya terkejut sekali dengan pengakuanku. Wajahnya rusak lalu setelah marah-marah, dia berdiri dan langsung meninggalkan aku seorang diri. Aku bad mood, langsung pulang, berjalan kaki sebab tempat kosku dekat dengan mal tersebut. Sepanjang perjalanan, aku menangis diam-diam.

Tiba-tiba sebuah mobil mendadak berhenti di sampingku. Jendela diturunkan dan wajah temanku nongol. Dia berteriak, "Cepetan masuk!" Aku tidak berpikir panjang kecuali mengikuti perintahnya. Setelah aku duduk di mobil, sambil menyetir dia menoleh kepadaku, "Lain kali kalau mau ngagetin gue, lu harus lewat surat aja. Jangan ngomong langsung kayak gitu. Kalau gue serangan jantung dan langsung mati, gue bakalan menghantui hidup lu, tau!" Abis ngomong seperti itu, temanku tertawa terbahak-bahak. Aku nggak nyambung beberapa saat sebelum sadar. Luar biasa, dia memang sahabat heteroku tersayang! Aku tau dia membaca tulisan ini. I love you!
(sweety bA6y)

Sahabatku meninggalkanku ketika dia tahu hatiku berlabuh pada seorang perempuan. Dia tak pernah menghubungiku, tak pernah meninggalkan kabar apa pun padaku. Aku mengaku padanya bahwa aku mencintai seorang gadis yang selalu kutemani itu, lalu aku mengenyampingkannya, termasuk organisasi tempat kita bersama, bahkan teman-teman kami; hanya untuk gadis itu. Gadis yang kucintai sakit berat dan takkan bertahan lama. Sahabatku tak bisa menerima bahwa aku yang selama ini dikenalnya dengan sangat dekat jatuh hati pada seorang gadis. Dia marah, dan menghilang dari hidupku, tak jelas rimbanya.

Di pemakaman, tiba-tiba sahabatku datang dan menggenggam jemariku. Tak pernah melepaskanku, walau cuma sebentar sepanjang pemakaman berlangsung. Dia memelukku erat ketika tanah mulai menutup peristirahatan abadi gadisku. Air matanya membasahi bajuku, membuat air mataku malah mengering.

Dua tahun kemudian, dia mengirimkan alamat situs ini kepadaku: www.sepocikopi.com Hingga saat ini, bahasan apa pun di situs tersebut menjadi bahasan pembicaraan kami sehari-hari termasuk dengan suaminya. She is my best friend!
(Hemu)

Sahabat heteroku yang satu ini super banget. Aku mengenalnya sejak SD. Tapi kami mulai dekat sejak dua tahun lalu, sejak kami berdua mulai bergabung di suatu organisasi. Aku berniat untuk tidak memberitahu aku seorang lesbian. Aku takut dia tidak mau berteman lagi denganku. Tapi akhirnya aku bilang ke dia saat sedang main di rumahku. Mungkin aku memang nggak tahan kalau nggak bercerita. Awalnya aku kaget atas keberanianku, walaupun aku harus menutupi mukaku dengan bantal guling. Lebih kaget lagi pas dia bilang , “Yee, kalo itu sih gue udah nyadar dari dulu! Coba, siapa yang nggak nyadar kalau lihat tampang lo pas cewek kinclong sedang lewat.” Aku melongo, terpana melihatnya. Lalu kami berdua tertawa terbahak-bahak. Sampai sekarang, kami selalu tertawa kalau mengingat kejadian itu. Menurutnya, tampangku bodoh banget.

Ya, dia super. Super karena semua sikapnya. Super karena open minded-nya. Super, karena dia sahabat heteroku yang paling susah diprediksi sekaligus paling mengertiku.
(Lonelittle)

Tanpa sahabat hetero, aku mungkin tidak bisa menjadi diriku yang sekarang. Dan aku berutang seluruh hidupku pada mereka. Ketika pertama kali aku menyatakan diriku lesbian pada teman heteroku, aku berada dalam titik terpanik dalam hidupku. Sudah cukup lama aku memendam pengakuan tentang kelesbianan aku. Hingga pada suatu malam minggu aku tidak tahan lagi. Semua tekanan itu kusalurkan semua lewat pengakuan mengharukan, dan deg-degan sampai aku berkeringat dingin. Setelah habis-habisan berterus terang pada sahabat yang sudah kukenal nyaris 10 tahun sejak SMP, aku memandangnya takut-takut. Tapi dia hanya tersenyum, dan berkata, “Ya ampun, gue pikir lo mau bilang apa. Ternyata cuma mau ngasih tau bahwa lo lesbian."

Sejak hari itu aku tahu bahwa aku bisa tidak sendirian, selalu ada teman-teman heteroku yang berada di sampingku. Sejak saat itu aku bisa menjadi diriku sendiri di depan mereka. Diriku yang lesbian. Dan tak henti-hentinya aku bersyukur punya sahabat seperti mereka.
(Alex)


Teman heteroku yang paling kusayang bernama Vina. Aku menyimpan rasa sukaku diam-diam padanya sejak aku SMA. Tapi aku nggak berani ngomong sama Vina apalagi karena Vina udah punya cowok. Aku takut dia malah jijik sama aku gara-gara aku bilang aku suka dia.

Tapi mungkin aku dan dia udah jodoh, ya? Jadi aku kuliah di fakultas dan jurusan yang sama dengan Vina. Hampir setiap hari kami ketemu, dan jadi makin sering teleponan apalagi pas Vina putus sama cowoknya, jadinya Vina makin sering curhat sama aku. Perasaan aku sih sama dia sudah berkurang. Nggak seintens dulu naksirnya.

Gara-gara teleponan selama dua jam dan ngobrol nggak jelas akhirnya obrolan kami makin serius. Dan mungkin campuran antara ngantuk ditambah kelamaan curhat, aku mendadak bilang bahwa aku pernah naksir dia dulu waktu SMA. Sepuluh detik Vina diam di telepon, aku sampe bingung. Kemudian dia tertawa terbahak-bahak, dan mengatakan bahwa dia sudah tahu aku naksir dia sejak dulu. Dan dia nggak pernah mempermasalahkan soal kelesbiananku. Fiuhhhh... Sampai sekarang kami tetap bersahabat dan masih sering hang out untuk curhat-curhatan.
(Blue Ladybug)