Saturday, October 4, 2008

Topik: Dongeng Kesembuhanku

Say It Out Loud Oktober 2008

Kalau lesbianisme adalah penyakit, sebutkan nama virus dan apa vaksinnya. Kalau lesbianisme adalah penyakit, sebutkan dokter spesialis dan obat-obatannya yang tokcer. Biarpun telah dikatakan homoseksual bukanlah suatu penyakit (kronis maupun menular), tetap saja masih ada yang ingin "sembuh". Yuk ceritain kisah tentang usaha, niat, serta kerja keras untuk mencoba "sembuh" dari kelesbianannya dan pastinya berakhir dengan "kegagalan" total. Cerita yang berakhir dengan penerimaan diri dan perdamaian hati terhadap jiwa lesbian yang bercokol dalam diri. Mungkin ceritamu dapat memberikan inspirasi bagi teman-teman yang lain. Mari saling berbagi dan membantu...

Deadline: 31 Oktober 2008

Kirimkan tulisanmu ke alex58id@yahoo.com dan jejak_artemis@yahoo.co.id


Jilbab, oh jilbabku, aku mengenakan jilbab. Kupikir dengan mengenakan jilbab, aku dapat menghalau ketertarikanku terhadap kaum sejenis. Jilbabku suci, sehingga pikiranku akan menjadi suci juga. Kututup kepalaku, telingaku, dan kuluruskan mataku dengan jilbab. Lima tahun kukenakan jilbab. Ternyata bukan salah busanaku, akulah yang salah menilai hatiku.
Aku masih mengenakan jilbab sampai sekarang, tapi sekarang tujuannya bukan untuk menyembuhkan orientasi seksualku. Aku pakai jilbab karena cintaku kepada Allah, dan cintaku kepada tubuh serta hatiku, yang kini telah menerima dan berdamai dengan diriku.

"Aku ini lesbian."
(ayu_66)


Semasa sekolah menengah, aku sudah menyadari diriku lesbian. Tapi aku selalu merasa bersalah dan berdosa. Untuk mengurangi perasaan bersalahku, aku sangat aktif dalam seksi rohani OSIS-ku. Nilai pelajaran agamaku nyaris sempurna, tiap minggu aku ke tempat ibadah. Aku mati-matian berdoa kepada Tuhan agar Dia menjauhkanku dari perempuan dan menghentikan perasaan tertarikku kepada sesama jenis. Aku memohon sampai menangis agar Tuhan memberikan petunjuk siapa yang akan mencintai dan dicintaiku.

Setelah setahun, aku bertemu dengan adik kelas yang juga menjadi anggota seksi rohani tersebut. Karena rumah kami dekat, aku sering pergi bersamanya. Kami pun jadi akrab, hingga suatu hari adik kelas itu berkata, “I love you."

Betapa ironisnya cara bekerja Tuhan. Selama itu aku sengaja aktif di kegiatan rohani, mati-matian berdoa untuk disembuhkan, tapi ternyata aku malah mendapat kekasih di sana. Sejak saat itu, aku berhenti memohon agar disembuhkan. Tuhan sendiri telah menyembuhkan penyakitku, yaitu penyakit yang men-deny diriku sendiri, penyakit yang menghina keagungan dan melecehkan kekuasaanNya dalam penciptaanku.
(Gail)