Saturday, July 7, 2007

Say it Out Loud Juli 2007


Topik: LDR (Long Distance Relationship)
Ternyata setelah ngobrol dengan banyak teman lesbian, banyak juga ya teman-teman yang menjalin hubungan jarak jauh. Ayo dong, bagi ceritamu tentang LDR bagi yang pernah menjalaninya atau yang sedang menjalaninya sekarang. Semoga bisa jadi cerita yang menguatkan teman-teman lain yang menjalaninya.



Dead line: 31 Juli 2007

Mulai bulan ini tanggapan atas topik per bulan akan langsung kami upload: (Thanks to Lisa yang tinggal di kota yang indah atas ide topiknya)

Berikut ini tanggapan topik LDR:

LDR buatku berarti:
1. Kekasihku tolong SMS-nya sering-sering.
2. Sayang, cari tempat nyaman dunk buat mesra-mesraan di telepon.
3. Suara kekasih harus merdu dan syahdu.
4. Sayang jangan bobo dulu, tunggu saya pulang kerja.
5. Double ekstra kalau bisa triple ekstra mencintai kekasih, kalau liat yang bagus di jalan cepat-cepat nelepon kekasih, SMS dia bilang ada cewe cakep, hehehe paling buat dia ngambek.
6. Kesabaran yang supertinggi, yang ini beneran mutlak!
7. Budget biaya kemesraan yang terperinci, hitung semua perencanaan, dan realisasikan dengan sangat disiplin.
8. Biaya komunikasi terpaksa menjadi prioritas tinggi-karena kebutuhan mendengarkan ini tidak dibatasi waktu, semakin sering berkomunikasi semakin dirasakan dia selalu ada di dekat kita.
9. Bersyukur kalau memiliki rasa kangen, karena itu jadi bukti kalau kita masih membutuhkan dia, nikmati dan ucapkan terima kasih dengan Tuhan dalam doa khusus sehingga hati merasa lega.
10. Beri kekasih rasa aman yang luar biasa, yang ini pentiiiiiing banget.
11. Setia-setia setia setia setia setia, MUTLAK!
12. Kalau ada masalah jangan biarkan berlarut-larut, bicaralah dan telpon kekasih dengan rasa cinta.
13. Kalau marah cepat reda, jangan terlalu lama, karena akan membuang-buang tenaga, jangan mengeluarkan makian yang menyakitkan, ingat justru terhadap orang yang kita cinta, kita tidak pantas mengeluarkan kata-kata kotor dan makian. Jangan pernah lakukan yang satu ini!
14. Jangan pernah mengisi waktu luang dengan chatting berlebihan dengan kenalan baru, mendingan telepon kekasih nyanyi lagu syahdu di kupingnya biar dia makin cinta.
15. Jangan lupa di dalam rezeki kita ada milik orang lain, rajin-rajinlah menderma, niatkan sedekah yang tak seberapa kita berikan kepada duafa kebaikannya untuk orangtua kekasih, niatkan buat anak-anak kita, niatkan buat sahabat-sahabat kita yang sedang sakit atau sedang kesusahan… mudah-mudahan hubungan itu akan langgeng bertahun-tahun.
(Al- 2007 *LDR berarti Mencintai kekasihku dengan cara yang luar biasa)

LDR? Sandal putus, sepatu butut, panci item, periuk bocor, ban pecah, udel bodong, jidat nongol, beha putus, celana robek, tas rombeng, ketek acem, bibir monyong, kambing nungging, bebek bengong, sapi ngangkang, kebo bau, artinya apa??? Kangen, sedih, capek, nangis bombay! Ini rasa negatifnya bo!…payah!
LDR? Rahmat, rezeki, berkat, sabar, cinta yang bertumpuk, kangen yang berlimpah, sayang yang tumpah ruah, perhatian yang lebih, hasrat yang besar, desire yang membara. LDR membuatku semakin sadar betapa aku sangat membutuhkan kekasih, dan kerap mensyukuri setiap waktu yang kami habiskan bersama-sama.
Rain *( auoooooooooooooooooooooooooo tolonggggggggggggg kangennnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn) Piuh, abis teriak rasanya lega!

Setelah jadian dan mengungkapkan perasaan dengan cara yang tidak romantis, mulailah cinta AKAP (Antar Kota Antar Propinsi) terjalin antara aku dan partner sepanjang rel kereta api Argomuria. Di zaman itu, tarif telepon GSM/CDMA/PSTN masih mencekik kantong. Tapi justru merangsang kreativitas, segala macam cara dicoba, mulai dari membuat tabel perbandingan tarif layanan selular dan PSTN, memakai sim card dari kota partner hingga sesekali bisa memanfaatkan fasilitas telepon gratis dari kantor, begadang tengah malam sambil terkantuk-kantuk menunggu tarif hemat, dan terakhir dengan berat hati membatasi waktu telepon. Sudah terbukti, komunikasi via telepon buat cinta AKAP adalah kebutuhan, bahkan jadi candu yang semakin hari menagih dosis lebih. Selain itu, minimal sekali dalam setiap bulan mesti ketemu juga membuatku semakin lihai mengincar tiket murah pesawat terbang.
Perlahan, aku dan partner mulai mempertimbangkan, menghitung kemungkinan dan mengukur kemampuan masing-masing untuk lebih serius menata kehidupan. Semua dijalani secara bertahap. Dimulai dari bertemu saat weekend, mengambil cuti untuk bersama selama beberapa hari hingga cuti panjang hampir setengah bulan.
Akhirnya aku dan partner yakin bahwa hidup bersama akan membuat kami lebih utuh, saling mengisi dan saling melengkapi. Setelah 8 bulan LDR, kami memutuskan untuk hidup bersama demi kehidupan yang lebih baik dan positif. Sebuah rumah mungil di komplek perumahan sederhana di sudut Jakarta menjadi naungan dan tempat kembali yang nyaman buat kami. Pengalaman LDR membuat kami semakin menghargai setiap kebersamaan yang kami miliki.
(Bening)

Berawal dari curhat yang kutuangkan dalam forum L, aku mendapat tanggapan simpatik dari kekasih. Dalam waktu relatif singkat, kami saling menyatakan perasaan. Meski hanya melalui untaian kata dan merdunya suara, kebahagiaan yang menyelimuti jiwa kami terasa sangat nyata. Sampai suatu ketika, selembar tagihan telepon membuat aku mengucek-ucek mata. Hiks! Bagai dijerat tambang raksasa, napasku tersedak tiba-tiba. Fiuhh! dalam waktu sebulan, kebersamaan kami telah menguras simpananku.

Selanjutnya kekerapan komunikasi terpaksa harus dikurangi. Kami menahan diri tidak berkomunikasi langsung, hanya mengandalkan SMS.

Tiga hari berjalan normal. Dia masih bisa terima dengan segala perubahan kebiasaan kami. Hari keempat, kelembutan yang biasa menyertai rangkaian kalimat indahnya mulai mengudara. Sedikit saja aku salah menggunakan kata, emosinya langsung menyala. Malam kelima menjadi puncak ketiadaan. Sebaris kata yang dilayangkannya telah sanggup membuat hatiku terluka. Saat itu aku pasrah, aku menyerah.

Dua hari aku bertahan tak memberi kabar, dua hari dia terus menyerang dengan barisan penyesalan.

Dalam diam kucoba telusuri setiap mili luka di hati. Tak ada luka baru di sana, hanya ada ruang hampa yang masih dipenuhi wanginya bunga. Tersentak aku tiba-tiba! Kunyalakan kembali ponsel, kutulis sebaris ungkapan kekosongan dan undangan agar dia bersedia mengisi kembali ruang hampa tersebut. Dengan berlandaskan kepercayaan dan kesabaran, kami sepakat untuk melanjutkan hubungan.
(Jupiter)


8 tahun lalu kita berjabat tangan, malu-malu, berkenalan dalam diam.
Kamu sedang sedih, dan aku sedang membutuhkan teman.
Kita ngobrol panjang-lebar, dan sejak itu tak terpisahkan.

7 tahun lalu, kamu bilang sayang. Aku deg-degan setengah mati.
Aku terpaku. Bahagia, tapi bingung dan takut. Tak sepatah kata terucap.
Tapi tak mengapa. Genggaman tangan kita telah mengatakan segalanya.

6 tahun lalu, ketika semuanya terasa sempurna, kita terempas.
Mereka yang mencintaiku, membencimu.
Mereka pikir kamu sakit.
Ah, sudahlah, tak ada gunanya untuk mengingatnya lagi.
Mereka memang tak akan pernah mengerti....

Kamu mengalah. Aku pun pergi jauh.
Dan aku masih ingat bagaimana kamu nekat nyetir 6 jam dan mengambil risiko bertemu mereka yang telah menyakitimu, hanya untuk melihatku pergi.
Kamu memang gak pernah berubah. :)

Empat..., lima..., enam..., tujuh tahun berlalu.
Cerita kita semakin nyata meski hanya tersambung oleh kabel telepon, dan internet.
Bagiku ini luar biasa.

Dalam lima tahun terakhir, hanya 6 kali kita berjumpa.
Pertemuan-pertemuan rahasia, singkat, tapi cukup untuk membuat kita semakin kuat bertahan.

Sayang, saat ini sudah 8 tahun kita bersama.
Jutaan tawa dan air mata, semuanya nyata dan indah.
Oh, aku sungguh bangga akan kita.
I love you.

(psst...i guess we did it, didn’t we? :* )
(Niena)

Hujan yang tak begitu deras di luar, rintik-rintik, basah…. Sepi… Dingin.
Diserang rasa bosan tiada tara. Ada sesuatu yang hilang rupanya. Kekasihku
nan jauh di sana…. Sesepi hatikukah dia di sana ?
Kalau boleh meminjam Come Away With Me-nya Norah Jones:

And I want to wake up with the rain
Falling on a tin roof
While I'm safe there in your arms
So all I ask is for you
To come away with me in the night
Come away with me….

Inikah rasa rindu yang sebenarnya ?
Rindu usapan lembut tangannya di kepala dan wajahku sambil dipandang dengan tatapan penuh cinta. Rindu pelukan mesranya… ciuman hangat bibirnya yang tak bisa digantikan oleh apa pun. Rindu obrolan ringan kami tentang hal-hal sepele, menertawakan hal-hal yang gak jelas juntrungnya… Aku rindu semua tentang dirinya yang jauh. Sudah hampir setengah tahun kami berjauhan… Berat? Ya pasti… tapi selalu mencoba berpikir positif, mencari kesibukan yang bermanfaat. Meski tidak mudah, tapi kami mencoba tetap berjalan. Saat-saat tertentu menjadi sangat tidak nyaman ketika ketidakhadirannya membuat kerinduan semakin memuncak…. Langsung angkat telepon… bercumbu sambil membayangkan tubuh halusnya menyentuh tubuhku. Tak peduli berapa pulsa melayang. Tak terbayang pula satu saat nanti kami bertemu dengan rasa rindu membuncah, luber seperti banjir Jakarta.

Ah, semoga kami tetap bisa bertahan sampai suatu saat nanti kami bisa bersama lagi…
(Lisa)

Sunday, July 1, 2007

Say It Out Loud Juni 2007


Topik: Jatuh Cinta Pertama Kali

Setiap perempuan mempunyai saat yang berbeda-beda ketika menyadari dirinya seorang lesbian. Mungkin saat jatuh cinta pertama kali semasa abege. Mungkin pada saat usia sudah lewat seperempat abad dan menyadari diri kita jatuh cinta pada sesama perempuan. Kapan dan bagaimana terjadinya peristiwa itu? Yuk berbagi cerita...

Berikut ini tanggapan atas topik Juni 2007.


Sejak SD sebenarnya aku sudah merasa ada yang aneh pada diriku, tapi tidak begitu kupedulikan. Aku mulai merasa menyukai sesama cewek teman sekelasku sejak SMP. Kebetulan dia duduk dekat pintu masuk di depan dan aku di sisi kiri. Diam-diam aku mengaguminya, tapi entah mengapa anak itu tiba-tiba saja harus pindah ke sekolah lain. Itu ternyata bukan akhir perasaanku, kami masih terus berteman melalui surat, di waktu luang aku pun berusaha ke rumahnya meski agak jauh dari rumahku. Rasa ini tumbuh terus sampai lima tahun, namun hanya sebatas rasa suka, dan berhenti ketika ia memutuskan akan menikah..., aih pupuslah sudah harapan. Sejak saat itu kuputuskan untuk tidak bertemu lagi dengannya.

Setelah dia aku suka dengan seorang teman lain, ia bersuku Tionghoa, sayangnya anak ini merasa kalau aku lesbian jadi menjauhi pelan-pelan, duh kecian aku. Saat kuliah aku nggak minat sama cewek mana pun, saat itu aku serius belajar dan melampiaskan semuanya ke pelajaran. Ketika baru lulus kuliah dan punya line internet di rumah aku browsing, kenal dengan beberapa perempuan coba melakukan pendekatan tapi nggak cocok, sampai akhirnya nggak sengaja ketemu kekasihku yang sekarang. Dia cinta pertama secara jiwa raga, dan Insya Allah akan menjadi cinta yang terakhir.
(Al)


Perasaan aneh ini mulai muncul ketika masih duduk di kelas empat SD. Naksir berat dengan teman sekelas kakakku, yang rumahnya bertetangga dengan kami. Berambut pendek, andro, aku mengagumi sosoknya yang seakan bisa melakukan apa saja. Juara lomba lari di sekolah, dan bisa bermain dengan siapa saja laki-laki maupun perempuan. Ketika pertama kali menonton acara lomba 17 Agustus, aku sudah sangat menyukainya. Dengan konyol kukirimi ia surat kukatakan aku suka dia, karena dia manis dan jagoan. Ternyata tulisan surat itu menjadi bulan-bulanan adiknya yang sekelas denganku. Dia bilang tulisanku bagai tumpukan cacing berbaris, hahaha. Bodo ah, yang penting aku suka kakaknya.

Perasaan terus menguat sampai aku kelas II SMP, seorang teman sekelas kerap mengirimiku surat, mengajakku untuk belajar di rumahnya. Sejalan dengan waktu kami pun belajar dari alam bagaimana mencintai selama lima tahun hingga kami tamat SMA. Ciuman pertamaku berasal dari dia, suatu malam ketika aku menginap di rumahnya dengan alasan belajar, ia mencium setengah bibirku. Beugh, rasanya dashyat! Namun aku tidak suka mengingat cinta di usia muda ini, naif dan banyak cobaan. Buku hariannya ketahuan ibunya, teman yang sudah curiga kami selalu berdua, hingga akhirnya dia meninggalkan aku berpacaran dengan teman sebangku SMA yang ternyata juga L. Kata orang cinta pertama itu indah menurutku cinta yang terbaik itu cinta yang terakhir.
(Rain)


Menjadi seorang perempuan yang menyukai perempuan buatku tidak terjadi semalam. Aku suka sekali melihat dua perempuan bercumbu, sekedar saling tatap atau berpegangan tangan. Dipicu oleh rasa penasaran terhadap cinta sesama jenis ini, aku mengawali pencarian di internet tentang berbagai komunitas lesbian. Bersosialisasi langsung dengan perempuan yang sudah menyadari dirinya lesbian, berkenalan, tukar pengalaman hingga suatu saat menjalin hubungan yang serius. Aku jatuh cinta, merasa nyaman, cinta itu tumbuh, membuat goncangan-goncangan hebat di hati.

Kemudian menyadari banyak hal dan menelusuri masa mudaku. Ternyata cuplikan-cuplikan rasa sukaku terhadap teman-teman perempuanku lumayan banyak. Awalnya aku kira cuma rasa kagum, tapi mungkin lebih dari itu. Mulai dari si pengibar bendera, teman sekelasku yang cantik, berbadan langsing dan tegap itu. Setiap aku di dekatnya, dadaku berdegup kencang, aku sampai menurunkan pandangan karena tidak kuat untuk menatap dirinya. Ada beberapa teman sekolah yang teringat olehku, cantik, kelembutannya membuatku terpesona. Aku pun tanpa sadar bermimpi menikahi seorang perempuan, padahal aku belum tahu apa lesbian itu. Ternyata, pada akhirnya dengan pergulatan batin hingga sekarang, aku memang perempuan yang mencintai perempuan.
(Chubby-Gal)


Diri ini hampir sepenuhnya memahami dan mengerti indahnya makna cinta saat pencapaian kedewasaan di usia mendekati seperempat abad. Ketika wajah bersemu kemerahan curi-curi memandang dia dari kejauhan adalah saat berseminya cinta di kampus ceria seindah bunga sakura. Ketika jiwa penuh pergolakan mencari makna pikiran yang melanglang mabuk kepayang setiap melihat keindahan perempuan adalah saat bingung menentukan arah gejolak remaja yang berontak dan menolak untuk dibendung. Ketika main kawin-kawinan, tertawa berdua bersama sahabat kecil adalah saat aku menyadari ada perasaan berbeda yang sama sekali belum mampu kucerna saat itu dan kuputuskan membiarkannya tumbuh subur di ruang hatiku sampai dia layu pada waktunya, sampai dia bosan dan bersedia menginjakkan kaki untuk menjauh dari ruang itu selama-lamanya. Tetapi…aku takut….bila benar masa itu akan tiba.

(Arie)

Buat semuanya, terima kasih telah mengirim tulisan untuk Say It Out Loud. Jika ada usulan topik, silakan kirim e-mail ke redaksi. Sekali lagi, terima kasih! :)