Thursday, June 4, 2009

Topik: Siapa Lelaki yang Kamu Hormati dan Sayangi?

Say it Out Loud Juni 2009

Lelaki. Manusia berlawanan jenis dengan kita itu tampaknya tidak mempunyai porsi obrolan besar dalam percakapan dan curhat lesbian. Dengar-dengar kalau gay is girl's bestfriend, maka lesbian is man's best friend. Jadi bulan ini kita akan angkat gelas untuk para lelaki yang baik hati. Lelaki-lelaki luar biasa dan hebat yang mendampingi para lesbian sepanjang hidup mereka. Mereka bisa berwujud dan berwajah apa saja; ayah, bos, sahabat terbaik, teman, (mantan) suami, saudara sepupu, adik, paman, kakak, tetangga, dan lain-lain. Mari kita bercerita tentang para lelaki ganteng ini. Mengapa, apa, dan bagaimana kebaikan dan ketulusan hati mereka melapangkan dan menciptakan hidup yang lebih baik bagi para lesbian. Jangan gossipin cewek mulu, ah! Yuk ngomongin cowok...

Deadline: 30 Juni 2009

Kirimkan ke redaksi@sepocikopi.com


Lelaki yang saya hormati adalah Papa. Waktu Papa sama Mama berpisah, pengadilan memutuskan saya berada dalam asuhan Papa. Papa yang menjaga saya waktu saya sakit; Papa yang membimbing saya; Papa yang mengajarkan saya menyetir sepeda motor Vespa bututnya; Papa yang mengambilkan raport saya walau pun banyak ibu-ibu yang bertanya ke mana ibu saya; Papa yang membuat saya kuat menghadapi apa pun; Papa yang selalu ada kalau saya ketakutan; Papa yang melindungi saya dari amukan Mama. Semua... Yah, meskipun Papa yang paling menentang hubungan saya dengan partner, Papa tetap my hero. Love you, Pap...
(Shela Halaby)

Terlahir dari keluarga yang kurang mampu membuatku bersyukur masih bisa bersekolah. Aku, seorang anak penjual sayur di sebuah pasar di kawasan timur Jakarta bertekad untuk giat belajar dan mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Menorehkan peringkat teratas di sekolah adalah bentuk usahaku untuk bisa keluar dari kemiskinan. Lulus sekolah menengah atas adalah pencapaian luar biasa. Setelah lulus, tekad makin kubulatkan dan semangat makin kugencarkan agar keluarga tidak terus-terusan menderita.

Sekarang, rumah di pinggiran Bekasi sedang menunggu kedatangan kami sebab masih dalam proses renovasi. Sebentar lagi aku meraih gelar Diploma. Adik-adikku tidak usah berpikir keras lagi untuk membiayai sekolah.

Semua impian itu takkan dapat kuraih tanpa kehadiran seseorang dalam keluarga yang sangat kukasihi. Bukan karena uangnya, tapi karena kebijaksaan dan wibawanya. Ia pahlawanku, selalu mampu membuat air mataku jatuh tak terbendung jika mengingatnya. Dialah adik kandung nenekku, yang seringnya kupanggil Kakek. Pahlawan itulah yang selalu mengembuskan semangat dalam benakku bahwa pendidikan itu mahapenting. Terima kasih Inyi' (panggilan untuk kakek dari Sumatera Barat)
(Libraris)

Teman lelaki tersayangku seorang artis film dan pemain teater yang - lumayan - ngetop (biar dia nggak ge-er baca tulisan ini). Wajahnya jadi model di mana-mana, maklum ganteng dan tinggi. Cowok metroseksual banget deh! Tapi dia bukan gay, he is so straight as an arrow, biarpun yang naksir bejibun, baik cewek dan cowok. Dia adalah manusia pertama yang aku curhatin tentang orientasi seksualku. Dengan kata lain, aku coming out ke dia pertama kali. Bukannya cemas, dia malah lega. Dia kira aku (yang tampaknya stres sebelum coming out) bermasalah dengan narkoba, polisi, urusan kriminal, atau kena kanker. Gubraks deh. Bagi dia, orientasi seksual dan gaya hidupku bukan urusan genting yang bakal membuatnya ikut-ikutan panik bersamaku.

Kami dekat, saling menyayangi. Dulu, ketika masih sama-sama pengangguran dan mahasiswa seni yang gembel, kami sering tidur bareng dan menghabiskan waktu bersama-sama. Banyak sekali cuplikan adegan-adegan romantis kami berdua (terjebak di padang salju yang indah, makan di restoran cantik dengan nyala lilin, menonton teater Broadway bersama-sama, menyetir mobil berduaan tengah malam yang hening), tapi kami tidak pernah jatuh cinta. Tangannya sering menggandengku, pernah mencium pipiku dengan sayang. Aku memasak untuknya, menonton pertunjukan teaternya kala dia tampil, atau menyempatkan datang di acara launching film-nya.

Pokoknya, dia sahabat lelakiku yang luar biasa! Nggak ada duanya! Aku beruntung dekat dengannya (bikin ngiri para fans cewek dan cowoknya deh hihihi) dan memercayakan sepotong hatiku dimiliki olehnya.
(Lakhsmi)

Siapa lelaki yang aku hormati dan aku sayangi? "Bapak" tentu kata pertama yang muncul di kepalaku ketika memikirkan pertanyaan itu. Namun, kalau aku boleh men-skip Bapak kali ini saja, maka aku akan menempatkan seorang sahabat di peringkat nomor satu.

Kami pertama kali bertemu hampir satu tahun yang lalu. Bagi banyak orang, secara fisik mungkin dia sama sekali tidak tampan. Tubuhnya besar dan empuk, kulitnya gelap, dan kacamata minus bertengger di hidung. Namun, kepribadiannya lah yang membuat dia jauh lebih tampan dan menyenangkan daripada lelaki mana pun yang pernah aku temui. Aku coming out padanya satu-dua bulan setelah kami kenalan. Tebak apa reaksinya? Dia menangis, terharu karena merasa baru sekali itu bertemu seseorang yang mau memberikan kepercayaan yang begitu besar untuk membagi sebuah rahasia raksasa meski kami belum lama berteman.

No. He's not gay. I will surely say that he's straight. Dan sahabatku kembali menangis, bukan karena membenci lesbian, namun karena kecewa orang yang disukainya menutupi hal itu dan tidak bisa menolaknya dari awal. Orang mungkin akan berpikir bahwa dia lelaki yang cengeng jika membaca tulisan ini. Namun, bagiku, dia adalah lelaki berhati lembut dan sangat baik. Hingga hari ini, tidak peduli berapa pertengkaran yang telah kami lalui karena hal-hal sepele, dia masih setia berdiri di sampingku dan mendukungku dengan segala daya yang dia miliki. Jika suatu saat aku bisa menjadi straight atau dipaksa untuk menikah oleh orangtua, aku hanya berharap bisa memiliki suami sebaik dan sepengertian dia. Orang yang aku kasihi saat ini pun berpikiran sama.
(Sky)

Lelaki terbaik dalam hidupku adalah dia yang memintaku, "Jadilah istriku, temani aku di sisa perjalanan usiaku." Lelaki yang menjadi suamiku, meski kebersamaan kami hanya sampai 21 bulan saja. Lelaki yang mampu mengubah image-ku tentang pernikahan adalah sebuah mimpi buruk. Lelaki yang tegar menjalani sisa usianya yang divonis dokter takkan bisa mencapai usia 40 tahun disebabkan sakit bocor jantung yang dideritanya sejak lahir. Dia tak cuma memberiku cinta tulusnya, tapi juga membimbingku dalam banyak hal. Aku yang lesbian, jatuh cinta pada setiap butir kasih yang diulurkannya padaku. Cintanya membuat aku mampu menahan diri untuk tidak "memanjakan" kelesbianku. Dia bukan cuma suami, tapi juga guru, sahabat, mitra kerja, kakak sekaligus ayah buatku.

Ketika akhirnya maut menjemputnya dengan indah, meninggalkan seulas senyum dibibirnya yang membiru, aku tergugu dalam kehilangan yang memerih.
Dia lelaki terbaik dalam hidupku, yang memberiku kebahagiaan purna sebagai perempuan disisinya. Membuatku mampu merasakan dicintai dan jatuh cinta pada seorang lelaki. Selamat jalan Mas, bahagialah dalam rengkuh cinta Illahi.
(Arinie)

Masih seperti kemarin. Dia tiba dengan senyum yang begitu menenangkan hati dan tentu saja tetap dengan tentengan plastik kecil di tangannya. Aku berlari mengejarnya, menghampiri kemudian mencium punggung tangannya dengan takzim. Masih seperti biasa dia akan mengacak-acak rambutku lalu memeluk dan membawa tubuh mungilku keatas pundaknya. Sambil berjalan masuk dia akan mendendangkan tembang anak-anak kesukaanku sementara aku malah sibuk dengan isi plastik pemberiannya.

Dia, dalam balutan kewibawaan memancarkan aura bijaksana yang memukau. Sosok yang amat tangguh di mataku, super macho (tentunya versi aku) melebihi lelaki bintang iklan produk susu di tv-tv . Terlihat kaku dan keras di luar tetapi begitu hangat dan lembut di dalam. Sungguh aku tak tahu apakah aku sanggup berjalan tanpanya. Pun ketika kegagalan menghampirinya, dia akan tetap di sisiku, menjadi dian yang menerangi gelap asa. Berpuluh wejangan telah mengalir dalam darah, memberikan tenaga ekstra untuk selalu bangkit setiap kali aku terjatuh. Hari ini genap dua dasawarsa berlalu tapi sikapnya padaku masih tetap seperti dahulu, saat pertama aku mulai mengenalnya dan mencoba melafalkan namanya “ayah”. Ya, dia adalah pria terhebat dalam hidupku bahkan amat sangat hebat. I love u so dad, now and forever….
(LeiL)