Say It Out Loud November 2010
"Mau mati ajaaa!" Sering kali kita tak berdayanya menghadapi satu situasi sehingga rasanya ingin menjerit seperti itu. Tapi benarkah mati adalah solusi terbaik? Data menunjukkan remaja LGBT memiliki persentase tertinggi dibanding remaja bunuh diri lainnya. Apakah kematian menjadi jalan termudah bagi seorang lesbian? Kita yang hidup wajib menyelamatkan yang berkehendak mati. Siapa yang di antara kamu nyaris bunuh diri dan terselamatkan, mari... mari, berbagi cerita di sini. Kuatkan sahabat-sahabat kita yang jiwanya rapuh, ulurkan tangan buat mereka yang putus asa. Mungkin sharing-mu menembus ruang dan waktu...
Deadline: 30 November 2010.
Kirimkan ke: redaksi@sepocikopi.com
Ya, saya tipe orang yang percaya jika kesendirian dapat membunuh seseorang. Keadaan ‘tanpa teman’ dapat membuat seseorang nekad dan juga plin-plan dalam melakukan sesuatu. Mengapa? Karena tak ada pola/contoh, tak ada bahan masukan/pertimbangan, dan tak adanya pelarian dari penatnya hati (curhat). Sehingga, saat ia menyudut tanpa teman, ia akan termakan oleh pemikirannya sendiri. Saat pertengkaran terjadi (di dalam pemikirannya), ia akan mulai mencari apa yang telah ia ‘bawa’. Ada yang berkata: "Ini kan hanya proses pencarian jati diri saja. Akan menghilang bersama datangnya waktu. Karena semakin tua, kita sudah tidak akan memikirkan hal-hal seperti itu.”
Namun, saya ingatkan Anda, saat diri semakin tua, kita semakin terdesak oleh kondisi sosial dan justru semakin menyendiri. Karena itulah ego selalu ada, untuk melindungi diri kita. Dan, itulah gunanya teman, pacar, keluarga, dan keberadaan Tuhan.
(Cumi-cumi Bakar)
Pertanyaan manjur yang wajib dijawab sebelum 'terjun bebas' atau 'motong nadi' adalah, masalah2 yang dihadapi sekarang ini apakah masih berarti di tahun depan atau lima tahun lagi? Coba deh pikirkan balik masalah- masalah yang sudah terjadi, misalnya lima tahun yang lalu. Apakah masalah tempoe doeloe itu masih berarti? Kemungkinan besar bahkan sudah terlupakan. Sebenarnya semua masalah tidak berarti kalau percaya pada: "Semua Akan Damai Pada Waktunya".
Jadi yang dibutuhkan menjadi orang yang mati rasa, bukan orang yang mati (kalau belum menemukan jalan keluar dari lorong-lorong masalah). Jangan biarkan si momok masalah menang! Selain ingat orang tua, saudara, partner, atau teman-teman yang takkan bahagia kalau kamu bunuh diri. Mereka akan trauma gara-gara kamu. Bagaimana jika semuanya juga ingin ikutan mati aja?
Aku bersyukur sebab berkat resep pemikiran ini aku masih belum punah. Semoga buat yang di ambang kepunahan berhasil menunda dulu sebelum benar-benar waktunya. Kamu hnya SATU di dunia, tak tergantikan.
(Yuli)
Aku sampai sekarang belum pernah berpikir untuk bunuh diri. Dan berjanji pada diriku sendiri, aku takkan melakukannya di masa depan. Hanya pacarku, pernah berpikir seperti itu dan dia terselamatkan. Belajar dari pengalaman pacarku, buat siapa pun yang pernah atau sedang consider that suicide as the only way out, please... forget it. Karena dunia terus berputar dan arsiteknya tidak buta. Contoh nyatanya adalah pacarku yang, thank God, hidup sehat sampai sekarang dan sedang berjuang meraih mimpi-mimpinya. Keep fighting, buang jauh2 opsi suicide itu. Segala usaha keras pasti akan terbayar lunas.
(Em)
Thursday, November 4, 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)