Tuesday, May 11, 2010

Topik: Pernahkah Dijadikan Orang Ketiga?

Have Your Say Mei 2010

Satu untuk satu, itu adalah hubungan monogamus yang diakui oleh masyarakat. Para feminis menentang poligami, para perempuan hetero juga menolaknya. Bagaimana dengan kita, para lesbian? Pernahkah dijadikan orang ketiga karena sang pacar tidak bersedia memutuskan hubungan dengan pasangan resminya? Bagi ceritanya yuk bagaimana kamu melampau peristiwa itu.

Deadline: 31 Mei 2010

Kirimkan kepada: redaksi@sepocikopi.com

Menjadi orang ketiga bukan sebuah kebanggaan bagiku. Antara sakit dan perasaan bersalah selalu menghantuiku. Sakit karena aku tahu bahwa kata cinta darinya tak hanya untukku, atau saat aku mendengar dia telepon dengan pacarnya, aku harus diam di sampingnya dan tak bersuara demi menjaga perasaan pacarnya. Merasa bersalah karena tentu saja hatiku juga berkata bahwa ini tidak benar, bahwa ini juga melukai hati seseorang lain di sana . Tapi aku dan hatiku hanya bisa menangis dalam diam. Karena tidak tahan dengan keadaan, aku malah meyakinkan dia untuk kembali saja dengan pacarnya (walau tak mudah bagiku untuk melepasnya karena aku terlanjur jatuh cinta). Tapi dia menolak. Dia tetap ingin bersamaku. Sudah tidak ada kecocokan lagi dengan pacarnya, tapi dia juga tak bisa meninggalkan pacarnya begitu saja. Dia memintaku untuk bertahan dan memberinya waktu.

Pada akhirnya dia benar-benar memilih aku dan meninggalkan pacarnya. 11 juni 2010 besok, adalah hari jadi kami di tahun yang ke dua. Aku memiliki pertimbangan sendiri kenapa kuputuskan untuk bertahan saat itu. Karena aku yang menemukan dia, saat dia sedang terluka karena (mantan) pacarnya pernah berselingkuh dengan “lelaki”. Karena aku tidak ingin dia terluka lagi. Karena aku selalu ingin menjaganya dari orang-orang yang menyakitinya. Karena aku tahu, orang ketiga ini tidak selalu bersalah. Karena aku mencintainya!
(dee_sakura)

No comments: